Surakarta, 30/11/24 – Seksisme adalah prasangka serta diskriminasi berdasarkan gender. Seksisme muncul dalam berbagai bentuk seperti blatant sexism (seksisme yang dilakukan secara terang-terangan), covert sexism (seksisme terselubung), dan subtle sexism (seksisme halus). Dampak dari bentuk sexism ini dapat merugikan perempuan, semakin memperkuat stereotip gender, serta menciptakan ketidaksetaraan dalam lingkungan masyarakat. Tak hanya itu, perkembangan teknologi di era digital yang semakin pesat rupanya juga menyebabkan timbulnya bentuk sexism baru yaitu cyber sexism.
Cyber sexism mengarah pada beragam bentuk kebencian dan pelecehan berbasis gender yang diarahkan kepada perempuan melalui internet seperti halnya media sosial. Meningkatnya penggunaan media sosial di era digitalisasi semakin mendorong pelaku untuk mengawasi target dengan mudah dan menyebarkan konten-konten yang merugikan secara anonim. Hal itu sering kali terjadi tanpa adanya konsekuensi yang berarti bagi pelakunya. Contoh nyata dari cyber sexism yang kerap dijumpai di Indonesia seperti penyebaran konten intim, eksploitasi seksual, ancaman penyebaran foto, hingga intimidasi online.
Berdasarkan beberapa berita kasus penyebaran konten intim yang kami temukan, biasanya hal ini terjadi pada pasangan non halal atau masih berpacaran saat hubungannya berakhir. Kasus penyebaran konten intim menggambarkan praktik revenge porn yang dapat merusak reputasi dan kesehatan mental korbannya. Selain penyebaran konten intim, berita terkait eksploitasi seksual juga banyak dijumpai di beberapa portal berita salah satunya kompas.com. Bahkan terdapat 68 berita terkait eksploitasi seksual yang telah ditulis dalam portal kompas.com ini.
Maka dari situlah, muncul ancaman-ancaman penyebaran foto yang mengarah pada tindakan pemerasan seksual online. Banyak juga perempuan yang mengalami cyber harassment termasuk ancaman penyebaran foto pribadi korban jika menolak permintaan pelaku. Dampak dari cyber sexism ini tidak main-main. Akibat cyber sexism, korban dapat mengalami stres emosional, penghinaan publik, bahkan sampai ancaman fisik. Oleh karena itu, untuk melindungi diri dari cyber sexism alangkah baiknya gunakan akun yang berbeda untuk kepentingan pribadi dan publik agar informasi pribadi lebih terlindungi.
Pembaca juga dapat memeriksa dan mengatur pengaturan privasi media sosial sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, pemberian kata sandi yang rumit dengan kombinasi huruf, angka, dan simbol untuk kata sandi dan melakukan verifikasi dua langkah dapat membantu mengamankan privasi media sosial pembaca. Hindari juga memberikan akses data pribadi pembaca kepada orang lain dan pada aplikasi yang mencurigakan. Apabila menemukan indikasi dan mengalami pelecehan cyber sexism, pembaca bisa menyimpan bukti yang ada serta mencatat kronologinya untuk dilaporkan ke pihak yang berwenang.