Surakarta, 30/09/24 – Film “Tilik” yang diproduksi oleh Ravacana Films dan berkolaborasi dengan Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi topik hangat dalam masyarakat. Film yang disutradarai oleh Wahyu Agung Prasetyo ini menyajikan realitas sosial perempuan melalui kisah ibu-ibu desa yang menjadi tokoh utamanya. Film “Tilik” menceritakan tentang sekumpulan ibu-ibu desa yang sedang melakukan perjalanan menjenguk atau dalam Bahasa Jawanya tilik Bu Lurah yang sedang dirawat di rumah sakit. Sepanjang perjalanan itu diwarnai dengan obrolan penuh gosip yang terjadi dalam dialog film. Penggambaran perempuan dalam film “Tilik” ini sangatlah kompleks, mulai dari perempuan yang senang membicarakan keburukan orang lain, status negatif perempuan single, hingga perempuan yang dapat memiliki jabatan atau kedudukan.
Terdapat empat stereotip perempuan yang digambarkan dalam film “Tilik” yaitu perempuan sebagai tukang gosip, perempuan sebagai tukang pamer, perempuan yang belum menikah sebagai bahan fitnah, dan perempuan yang mampu bekerja di ranah publik. Karakter Bu Tejo dalam film “Tilik” digambarkan sebagai perempuan yang senang bergosip. Bu Tejo kerap membicarakan keburukan orang lain hingga menghidupkan suasana di dalam truk saat akan menjenguk Bu Lurah menjadi hidup karena gosip. Film ini juga menunjukkan perempuan sebagai tukang pamer. Tindakan Bu Tejo yang banyak bicara sambil mempengaruhi ibu-ibu dengan gosipnya, Bu Tejo menunjukkan sifat pamernya yang kuat.
Pada film “Tilik”, karakter Dian dianggap sebagai perempuan yang tidak baik karena dirinya yang cantik, sudah dewasa, dan bekerja akan tetapi masih belum menikah. Dian menjadi bahan fitnah karena dianggap sebagai orang ketiga atau perusak rumah tangga orang lain. Meskipun tiga stereotip dalam film “Tilik” memperkuat stereotip negatif pada perempuan, ada satu karakter yang menentang stereotip itu. Salah satu karakter yang melawan stereotip negatif adalah Bu Lurah, seorang perempuan yang dapat berkarir di ranah publik hingga memiliki jabatan atau kedudukan. Hal itu menunjukkan bahwa perempuan tidak harus selalu berada di rumah menjadi ibu rumah tangga. Namun, juga dapat memiliki karir dan jabatan yang baik.
Secara keseluruhan, film “Tilik” memperkuat stereotip gender yang negatif tentang perempuan, seperti penggosipan dan tinggi hati. Namun, masih ada karakter yang menentang stereotip negatif itu dengan menunjukkan kekuatan perempuan dalam berbagai aspek. Film “Tilik” menunjukkan bahwa perempuan dapat memiliki karir dan jabatan yang tinggi, serta memiliki kekuatan dalam konteks sosial dan komunitas. Maka dari itu, representasi perempuan yang kompleks dan beragam dalam film “Tilik” diharapkan mampu mematahkan beberapa stereotip yang ada dalam masyarakat patriarki Indonesia.